Kolom Tech

Keterbatasan Sebagai Pemicu Kreativitas dan Inovasi dalam Riset Nanosains

17 August 2009 1,542 views penulis: Print This Post Print This Post

gambar1Seorang ilmuwan muda tampil membawakan pidato Ilmiah pada Peresmian Penerimaan Mahasiswa Baru ITB  (PPMBITB) tahun akademik 2009/2010 tanggal 12 Agustus 2009 di Gedung Sabuga ITB. Dr. Eng. Mikrajuddin Abdullah, dosen di FMIPA-ITB. Doctor of Engineering lulusan Hiroshima University ini memberikan pidato ilmiah di depan Wali Rektor dan ribuan mahasiswa baru ITB mulai dari jenjang S1,S2, dan S3. Tema pidato yang disampaikan adalah “ Menjadikan Keterbatasan Sebagai Pemicu Kreativitas dan Inovasi dalam Riset Nanosains di Indonesia”. Sungguh suatu pidato ilmiah yang menggairahkan, mencerahkan sekaligus membakar motivasi bukan hanya buat mahasiswa baru ITB tapi juga sesepuh dan petinngi dewan  rektorat yang hadir.

Nanosains adalah istilah yang menjadi pusat perhatian masyarakat dunia, khususnya para ilmuwan saat ini. Sebuah ilmu terkait rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer.

Nano, dalam terminologi ilmiah,  berarti 10-9 (0,0000000001). Satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer, sepersejuta millimeter, sepersatumilliar meter. Perumpamaan yang beliau ilustrasikan seperti panjang pulau jawa yang jika dianggap satu meter maka diameter sebuah kelereng kira-kira sama dengan sepuluh nanometer. Dapat dibayangkan kecilnya sebuah partikel dalam satuan nanometer.

Memasuki millennium baru, riset material dalam skala nanometer menyentuh babak baru yang paling progresif . Penemuan baru dalam bidang ini terus bermunculan dalam berbagai bidang, di antaranya secara khusus disebutkan di bawah ini :

Elektronik : piranti ukuran nanometer.

Energi : pembuatan sel surya yang lebih efisien.

Kimia : pengembangan katalis yang lebih efisien, baterai dengan kualitas lebih baik. Kedokteran : peralatan baru pendeteksi sel kanker, hasil interaksi sel kanker dengan partikal yang berukuran nano.

Kesehatan : pengembangan obat ukuran bulir beberapa nanometer sehingga larut dan bereaksi dalam tubuh lebih cepat serta pengembangan obat pintar yang bisa mencari sel-sel tumor dalam tubuh dan langsung bisa membunuh sel tersebut tanpa mengganggu sel-sel normal.

Lingkungan : penggunaan partikel skala nanometer untuk menghancurkan polutan organic di air dan udara.

Mengapa reduksi ukuran material dalam skala nanometer begitu penting ? Kepala Lab SF Nanomaterial ITB ini  menjelaskan bahwa sifat-sifat material yang meliputi sifat fisis, kimiawi, maupun biologi berubah begitu dramatis ketika dimensi material masuk ke dalam skala nanometer. Yang lebih menarik lagi adalah sifat-sifat tersebut ternyata bergantung pada ukuran, bentuk, kemurnian permukaan, maupun topologi material. Para ilmuan percaya bahwa setiap sifat memiliki “skala panjang kritis”. Ketika dimensi material lebih kecil dari panjang kritis tersebut, maka sifat-sifat fundamental mulai berubah.

Sebagai gambaran, partikel tembaga yang memiliki diameter 6nm memperlihatkan kekerasan lima kali lebih besar daripada tembaga ukuran besar. Keramik yang umumnya kita kenal mudah pecah dapat dibuat menjadi fleksibel jika ukuran bulir direduksi ke dalam orde nanometer. Cadmium selenida (CdSe) dapat menghasilkan warna yang berbeda-beda dengan hanya mengontrol ukuran partikel.

Setelah memaparkan apa itu nanosains serta pentingnya pengembangan teknologi ke depan, Ketua editorial Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi ITB ini lalu menantang semua yang hadir di ruangan tersebut, dengan mengajukan pertanyaan apakah bisa riset nanosains dilakukan oleh mahasiswa Indonesia dengan fasilitas terbatas. Dengan penuh percaya diri beliau mengatakan BISA, dan beliau sendiri telah membuktikannya.

Telah banyak makalah yang beliau hasilkan. Jurnal Internasional sebanyak 38 makalah, ensi internasional 2 makalah, bab buku yang terbit secara internasional sebanyak 1 bab, dan jurnal nasional serta seminar nasional/internasional secara keseluruhan lebih dari 150 makalah.

“Yang dibutuhkan adalah kreatifitas, inovasi serta tidak mudah menyerah,” tutur Dr. Mikrajuddin. Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa di dalam keterbatasan pasti ada jalan keluar apabila kita jeli, pantang menyerah, dan mau berpikir kritis. Keterbatasan itu yang kita harus gunakan sebagai pendorong yang kuat untuk menjadi kuat dan kreatif

Editor Indonesia Journal of Physics ITB ini mencontohkan riset teioritik sebagai alternatif riset yang relatif lebih murah. Meskipun tetap dengan persyaratan bahwa yang bisa melakukannya adalah yang memiliki kemampuan matematik yang tinggi. Alternatif yang lain adalah masuk ke riset teori fenomenologis/empiris. Tidak terlalu membutuhkan matematik yang tinggi, hanya perlu menjelaskan dan mematangkan teori dari hasil percobaan peneliti lain yang belum memiliki penjelasan teoritik yang memadai tentang sifat data yang diperoleh. Dan masih banyak contoh lain yang beliau paparkan. Intinya adalah tidak menjadikan dana dan fasilitas yang terbatas menghalangi kreativitas dan inovasi  dalam pengembangan riset nanosains di Indonesia.

Pengembangan serta aplikasi nanosains dalam riset yang terus dikembagkan suatu saat akan menjawab permasalahan riil yang dihadapi bangsa dan dapat langsung diaplikasikan pada industri-industri dalam negeri.

Mari kita bermimpi, suatu saat negara kita tidak lagi mengekspor minyak bumi mentah dan mengimpor bahan baker jadi, tetapi yang kita ekspor adalah adalah bahan bakar jadi karena kita sudah mempunyai kemampuan mengolahnya. Suatu saat kita tidak hanya bisa mengekspor CPO dan mengimpor barang jadi CPO nya tapi langsung kita ekspor dalam bentuk barang jadi CPO yang kita olah. Suatu saat kita tidak lagi mengekspor biji besi, tetapi yang kita ekspor adalah besi atau barang dari besi. Suatu saat kita tidak perlu mengekspor pasir ke Singapura dan mengimpor mahal Wafer silicon dan IC, tapi kita langsung mengekspor Wafer dan IC itu sendiri.

Suatu saat kita tidak akan melihat lagi di supermarket berserakan buah-buahan impor meskipun tanah kita termasuk tanah yang paling subur di dunia, tapi kita menjadi pengekspor buah ke seluruh dunia.

Suatu saat, kita tidak lagi mengimpor 60% kebutuhan garam dalam negeri walaupun pantai kita termasuk terpanjang di dunia, tetapi kita menjadi pengekspor garam ke seluruh penjuru dunia. Suatu saat kita tidak perlu membayar mahal konsultan asing yang tidak jelas kualifikasinya, tapi kosultan-konsultan Indonesia bertebaran di berbagai negara. Suatu saat kita bisa seperti Jepang dimana upah tenaga kerja asing lebih rendah daripada upah tenaga kerja Jepang untuk jenis pekrjaan yang sama.

Pidato ilmiah tersebut berlangsung kurang lebih 1,5  jam, namun waktu berjalan seolah terasa begitu cepat. Standing applause bergemuruh riuh ketika sang dosen muda turun dari podium. Mudah-mudahan impian sang doktor ini adalah impian kita semua yakni menuju Indonesia yang lebih baik melalui pengembangan nanosains di tanah air.

Referensi :

Pidato Ilmiah

oleh  : Dr. Eng. Mikrajuddin Abdullah

“ Menjadikan Keterbatasan Sebagau Pemicu Kreativitas dan Inovasi dalam Riset Nanosains di Indonesia “

Penerimaan Mahasiswa Baru ITB  (PPMBITB) tahun akademik 2009/2010



Daftarkan di social page berikut (klik untuk submit):



5 Comments »

  • Pria Gautama (author) said:

    Merespon comment yang tidak setuju dengan pernyataan

    “kita bisa seperti Jepang dimana upah tenaga kerja asing lebih rendah daripada upah tenaga kerja Jepang untuk jenis pekrjaan yang sama” karena diangap “rasis”

    Awal tahu 2000-an terjadi demonstrasi pekerja asing di perusahaan mobil
    Nissan di Jepang. Para demonstran (pekerja asing) menuntut hak yang sama
    dengan pekerja Jepang sendiri untuk jenis pekerjaan yang sama.

    Pembedaan upah beradasarkan warga negara, saya rasa sah-sah saja. Bahwa
    warna negara sendiri mendapat upah yang lebih tinggi dari pekerja asing
    adalah wajar. Kita harus melindungi warga negara sendiri dan memberikan
    yang lebih pada warga negara sendiri. Ini bukan masalah perbedaan ras.
    Tetapi perbedaan kewarganegaraan: warga negara sendiri dan warga negara asing.

    Kenapa warga negara sendiri harus diberi upah lebih? Karena tanggung
    jawabnya besar. Warga negara sendiri yang bertanggung jawab pada
    kelanjutan hidup bangsa, bukan warga negara asing.

    Yang salah adalah kondisi di Indonesia sekarang. Warna negara asing
    mendapat upah yang lebih tinggi untuk jenis pekerjaan yang sama. Ini
    mekanisme aneh yang jarang ditemu di bangsa lain. Kita sepertinya tidak menghargai diri sendiri. Kalau ini berlangsung terus, sampai kapan pun bangsa ini tidak akan pernah maju.

    Penjelasan ini dikutip langung dari Pak Mikrajuddin

  • Wawan said:

    se-7..
    ya, begitulah seharusnya

  • Infometrik said:

    Ada 2 comments yang masuk mengenai artikel ini, seputar kebenaran pembedaan gaji antara warganegara asli dan asing di Jepang.
    Kami mohon maaf tidak bisa memuat comment bila pengirimnya tidak mencantumkan nama alamat yang benar. Hal tersebut bisa digolongkan spamming.
    Bila ingin berdiskusi dengan baik dan sehat, tidak ada salahnya memberikan nama dan alamat email sebagai identifikasi.
    Diskusi anonim tidak diperkenankan di website ini.

    Terima kasih.
    Admin

  • Hadi said:

    Memang asik kalau upah kita lebih tinggi dari orang asing di negeri sendiri. Tetapi itu bukan cara yang adil dalam berbisnis. Seharusnya gaji tersebut haruslah adil dan berdasar kepada kompetensi, skill dan resiko kerja pada masing-masing pekerja. Kalaulah misalnya pekerja kita harus digaji lebih mahal dari orang luar, ada kemungkinan perusahaan akan lebih banyak mengimpor pekerja dari luar. Atau pekerja kita akan menjadi pemalas dan tidak inovatif karena lagipula gaji lebih mahal walau hasil tidak ada. Mau dikemanakan pekerja kita? Yang sebaliknya pun juga salah.
    Tapi ketika sistem telah berlaku adil, mudah-mudahan kepuasan ada disemua pihak. Untuk sampai ketahap adil ini yang susah.

  • Jake Lafferty said:

    Wah..Blog nya bagus banget, Boleh tau ga pakenya Theme apa ?

Tuliskan komentar anda!

You must be logged in to post a comment.